LENGKONG, heurin ku tangtung.” Begitu pepatah leluhur orang Sunda menyatakan uga atau ramalan tentang Kota Bandung. Ungkapan tersebut menggambarkan kondisi Kota Bandung yang sesak akan “kehidupan”. Tahun 2011, Pakar Budaya Sunda, Nandang Rusnandar mengatakan, kata “tangtung” bukan hanya berarti manusia yang sedang berdiri, tetapi juga dimaknai dengan bangunan fisik seperti gedung dan bangunan serta hal-hal abstrak, seperti ideologi, kehendak, dan budaya. Ramalan itu nampaknya memang sedang terjadi di Kota Bandung saat ini. Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, rancangan pembangunan Bandung pada masa Hindia Belanda hanya mampu mengakomodasi penduduk. Namun kini, jumlah penduduk yang tercatat oleh Pemerintah Kota Bandung telah mencapai 2,4 juta orang. “Itu data yang tercatat, kita biasa sebut dengan data penduduk di malam hari. Sedangkan siang hari bisa mencapai 3,4 juta jiwa karena orang dari luar daerah banyak bekerja di Kota Bandung, itu juga belum termasuk wisatawan,” tutur Ema saat membuka Grand Design Pembangunan Kependudukan Kota Bandung di Grand Tjokro Hotel Bandung, Senin 25/11/2019. AYO BACA 12 Sekolah Jadi Pilot Project Program Pemeliharaan Ayam Bahkan, lanjut Ema, 2,4 juta penduduk di malam hari pun belum sepenuhnya terakomodasi di administrasi kependudukan. Pasalnya, banyak warga non penduduk yang juga tinggal dan menetap di Kota Bandung, misalnya mahasiswa. “Di kita itu banyak mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi, mulai dari UPI sampai UIN di Cibiru. Belum kampus swasta, pegawai BUMN, polisi, dan TNI yang juga bertugas di Kota Bandung. Mereka juga adalah penduduk yang harus kita fasilitasi kebutuhan hidupnya di kota ini. Karena bicara kependudukan tidak lagi bicara asal administratif,” beber Ema. Hal tersebut terjadi karena pesatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung. Banyaknya perguruan tinggi menjadikan Bandung sebagai tujuan belajar mahasiswa se-Indonesia. Bandung juga telah menjadi destinasi wisata, dan “melting pot” yang menumbuhkan peradaban baru sehingga berduyun-duyun orang datang dan menetap di ibu kota Provinsi Jawa Barat ini. Oleh karena itu, Ema meminta Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DPPKB Kota Bandung agar “grand desain” pengelolaan kepedudukan bukan lagi sekadar tentang pemerintah mengatur administrasi kelahiran dan kematian penduduk. Lebih jauh adalah agar Pemkot Bandung bisa mengendalikan pertumbuhan penduduk. Sehingga penduduk yang tinggal bisa mendapatkan kualitas hidup yang baik. AYO BACA Kasus Korupsi RTH Pemkot Bandung, KPK Tetapkan Satu TersangkaKualitas hidup itu berkaitan dengan pemenuhan hak-hak dasar, seperti pangan, perumahan, kesehatan, hingga pendidikan. Jika pertumbuhan penduduk tak terkendali, maka persoalan domestik lainnya, seperti lingkungan, mobilitas, ekonomi, hingga penegakkan hukum akan menjadi masalah susulan yang tak terhindarkan. Tak sampai di situ, DPPKB juga harus bersinergi dengan instansi terkait untuk mengantisipasi lonjakan penduduk berkaitan dengan daya tampung kota. Dengan begitu, setiap rancangan pembangunan dapat saling melengkapi secara utuh. “DPPKB harus sering ngobrol dengan Bappelitbang, misalnya. Karena perencanaan kota ada di sana, kota ini mau di bawa ke mana Bappelitbang yang tahu,” ujar Ema. Sementara itu, Kepala DPPKB, Andri Darusman mengatakan, grand desain pembangunan kependudukan yang dirancang Kota Bandung juga mencakup rekayasa ruang dan sumber daya agar setiap penduduk tetap mendapatkan kebutuhan dasar kehidupannya.
Theearly population of Dayeuh Bandung was probably the Sundanese only. Revealing the history of the city of Bandung would be the main goal of this research, and the methods we are conducting are
Oleh Rochajat Harun TEMPO dulu para kasepuhan Sunda pernah meramalkan bahwa nanti Bandung bakal “Heurin ku Tangtung”. Artinya kota Bandung akan menjadi sebuah kota yang padat penduduk. Sekarang jadi kenyataan. Sebutan Bandung sebagai Parijs van Java atau Bandung Kota Kembang kini tinggal kenangan, terutama bagi sesepuh yang lahirnya sebelum tahun 50-an. Bahkan pernah kota Bandung dapat julukan sinis Bandung Pinuh ku Runtah, atau Bandung kota banjir. Sungguh 1957, saya ngumbara ke Bandung, melanjutkan sekolah di SMA 3, karena di Garut tempat kelahiran saya belum ada SMA. Saya tinggal di pinggiran Jalan Kacapiring, cost di perumahan karyawan PJKA, pinggiran jalan kereta api. Walaupun tinggal di pinggiran lintasan kereta api, namun keadaannya cukup tenang dan nyaman. Perumahan masih jarang, kendaraan masih sepi, tak ada gaungan motor maupun mobil. Ke sekolah di jalan Belitung naik sepedah kadangkala jalan kaki. Pinggiran jalan banyak tanaman bunga dan pepohonan nan rindang. Aduh, benar-benar nostalgia terhadap kota Bandung tempo dulu yang nyaman, tenang dan kini, 50 tahun kemudian, sebutan Bandung Heurin ku Tangtung itu benar-benar terasa. Tak hanya karena padatnya penduduk, namun juga karena padatnya kendaraan baik motor, maupun mobil roda empat. Memang masuknya teknologi moderen ini tak bisa dihindari. Tentunya dengan segala resiko dan dampaknya, bagi lingkungan hidup dan kehidupan penduduknya. Antara lain polusi udara yang semakin membahayakan, suhu kota Bandung jauh meningkat Tempo dulu suhu Bandung berkisar antara 20-22 derajat Celsius. Namun sekarang hampir tiap malam apalagi siang hari diatas 28 bahkan lebih dari 32 derajat celsius. Setiap malam terasa hareudang 70-an begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumoh pernah meramalkan, bahwa melihat pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta tidak adanya penataan dan penanganan lingkungan hidup, maka nanti pulau Jawa akan menjadi Pulau Kota. Saya teringat pula ucapan almarhum Prof Otto Sumarwoto, pakar lingkungan hidup dari ITB, yang menyarankan agar buah batu, yang dulu masih daerah persawahan, janganlah diganggu atau dijadikan daerah perumahan/ pemukiman. Sebab daerah itu merupakan cekungan wilayah Bandung untuk penampungan air tanah. Tapi sekarang? Daerah Buah Batu yang dulunya terdapat hamparan sawah kini telah ditanami dengan tanaman semen yang cukup padat. Baik berupa perumahan dinas, rumah-rumah kreditan maupun pula wilayah timur dan selatan Bandung, mulai Rancabolang, Bojongsoang, Cikoneng terus ke Dayeuhkolot dan sebagainya kini semakin padat dengan rumah-rumah pemukiman. Di daerah timur seperti daerah Cibiru, Pasirimpun, Cileunyi terus ke Rancaekek, kini sudah mulai dan akan terus dipadati perumahan dan bangunan pabrik. Ke sebelah utara mulai dari daerah Setiabudi, Cihideung yang dulunya merupakan daerah budidaya sayuran dan bunga-bungaan, terus ke daerah Lembang, Cisarua, Ciumbuleuit dan sebagainya, bahkan dilereng gunung Tangkuban Parahu, penuh sesak dengan berbagai tipe perumahan. Termasuk rumah-rumah mewah tempat peristirahatan yang nampaknya banyak yang tidak pernah para pakar lingkungan hidup berkoar-koar agar wilayah utara Bandung terutama didaerah perbukitan dan pinggiran hutan tidak lagi dijadikan wilayah permukiman, bahkan ada yang menyarankan agar dibongkar dan segera di hutankan kembali demi terjaminnya natural and forest conservation. Tapi, nyatanya operasi pembangunan jalan terus, semakin Bandung Heurin ku Tangtung sudah menjadi kenyataan, tidak hanya karena padatnya penduduk, namun juga semakin banyaknya bangunan perumahan dan pabrik, juga semakin padatnya kendaraan bermotor. Saya tidak bermaksud menyalahkan pemerintah maupun siapa-siapa. Tapi inilah fakta penyebab yang menyebabkan Bandung heurin ku Tangtung, suhu udara yang semakin naik, polusi sudah semakin tinggi diatas standar. Menurut hasil penelitian pakar Lingkungan Hidup, katanya kota Bandung ini tingkat polusinya paling tinggi dibandingkan dengan kota-kota besar lainnyadi mudah-mudahan hal ini akan menyadarkan kita semua, baik pihak pemerintah, para investor bangunan, maupun insan penduduk kota Bandung dan para pendatang dari Jakarta dan sebagainya, agar benar-benar menyadari, memperhatikan dan terus mengupayakan agar faktor-faktor yang tadi sebagian telah diuraikan, yang banyak mempengaruhi kerusakan lingkungan hidup kota Bandung dan sekitarnya ini benar-benar dapat dihindari. Ini memerlukan kesadaran dan tindakan semua pihak, terutama perlunya perencanaan dan penataan lingkungan hidup yang lebih strategis, holistik dan sinergis dan workable. Semoga !***Sumber Luaswilayah administrasi Kota Bandung berubah dari 8.096 Ha menjadi 16.729,650 Ha. Penutup Bandung menjadi Ibu kota Priangan, dari sinilah munculnya Uga atau lebih tepatnya Uga Bandung, : Bandung heurin ku tangtung, Cianjur katalanjuran, Sukabumi tinggal resmi, Sumedang ngarangrangan, Sukapura ngadaun ngora, Galunggung ngadeg Bandung - "Hanya ke Bandung lah aku kembali kepada cintaku yang sesungguhnya." Kalimat ini merupakan sebuah penggalan surat cinta syahdu nan romantis yang dipersembahkan oleh Bung Karno kepada Inggit Garnasih, sang istri yang selalu setia mendampingi Bung Karno muda saat melewati masa-masa perjuangan memerdekakan Indonesia di Kota sebagian orang, Bandung tentunya telah meninggalkan kesan tersendiri untuk para pelancong maupun warga yang sudah menetap sejak lama. Tak ayal, julukan-julukan yang disematkan untuk Bandung sebagai Kota Kembang, ataupun dengan nama Paris van Java-nya, menjadi sebutan yang ideal untuk menggambarkan bagaimana kondisi di Kota dari sekian banyak julukan yang disematkan untuk Kota Bandung, istilah Paris van Java tentu begitu familiar di telinga masyarakat. Konon, julukan ini sudah disematkan sejak Belanda menguasai Indonesia pada abad ke-19. Namun, belum banyak yang tahu bagaimana sejarah hingga julukan ini bisa disematkan untuk Bandung pada saat itu. Dikutip detikJabar dari jurnal Nandang Rusnandar berjudul Sejarah Kota Bandung Dari "Bergdessa" Desa Udik Menjadi Bandung "Heurin Ku Tangtung" Metropolitan yang dipublikasikan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, Senin 22/8/2022, julukan Paris van Java disebut muncul ketika diselenggarakannya Congres Internationaux d`architecture Modern CIAM atau Kongres Internasional Arsitektur Modern yang digelar di Kota Chateau de la Sarraz, Swiss pada Juni itu, Nandang menulis Bandung mulai gencar membangun bangunan yang indah, tata kota dan pola pemukiman yang serasi sehingga kelestarian alam dapat sedemikian rupa terjaga. Hal itu sejalan setelah Bandung selain menjadi Ibu Kota Kabupaten Bandung, juga memiliki fungsi baru sebagai Ibu Kota Karesidenan hanya memikirkan bangunan dan tata kota semata, taman-taman kota juga mulai dibuat di seantero Kota Bandung. Nandang mencatat, pada akhir abad ke-19, usaha penghijauan telah dimulai agar kawasan ini menjadi pun dilakukan oleh perkumpulan Bandoeng Vooruit, meliputi daerah DAS Cikapundung dari Lembang hingga Lembah Tamansari, Lereng Bukit Palasari, Jayagiri, Ciumbuleuit, Gunung Manglayang dan Arcamanik. Penghijauan juga dilakukan dengan melestarikan beberapa air terjun dan danau-danau situ di seputar daerah Bandung, seperti Situ Patengang, Situ Cileunca, Situ Aksan yang disebut natuur-monument atau monumen lalu menulis, dalam cara membangun bangunan-bangunan di Kota Bandung, para arsitek Belanda kurang memperhatikan sifat- sifat Hindische atau kedaerahan. Sehingga, Hendrik Petrus Berlage, yang merupakan bapak arsitektur modern di Belanda kala itu memberikan julukan kepada Bandung dengan sebutan Bandoeng Parijs van ini pun mencuat ketika Congres Internationaux d'architecture moderne CIAM dihelat di kota Chateau de la Sarraz, Swiss, Juni 1928. Nandang mengisahkan jika Hendrik Petrus Berlage menyindir bahwa Kota Bandung dalam pembangunannya berkiblat kebarat-baratan dan lebih terpaut ke Kota Paris. Sementara, para arsitek yang menggagas tata letak Kota Bandung dianggap tidak menonjolkan ciri khas tropis dan tidak mencerminkan kepribadian yang Paris van Java kala itu merupakan julukan yang bernada sindiran, namun pada akhirnya Nandang mengisahkan julukan itu malah menjadi masyhur ke seluruh dunia. Penyebabnya karena Bandung saat itu menjadi prototipe dari Kolonialle Stad atau kota itu, julukan Kota Bandung sebagai Paris van Java kata juga sejalan dengan maraknya aktivitas perkebunan di sekitar Kota Bandung pada awal abad 20. Kemudian, turut berdiri juga bangunan-bangunan untuk kepentingan orang perkebunan seperti hotel, kantor, pertokoan dan tempat hiburan, termasuk sekolah. Di antara semua itu, yang paling tersohor adalah tempat perbelanjaan khusus orang kulit putih yang dibangun di sepanjang Jalan Braga yang semula hanya berupa jalan faktor itu pula, Braga berkembang menjadi daerah yang pesat. Pada masa keemasannya, Braga turut mempengaruhi perkembangan wilayah sekitarnya, seperti aktivitas perdagangan, jasa, hiburan, hingga perkantoran yang berada pada kawasan fisik kawasan Jalan Braga lalu dikembangkan dengan suasana mendekati tempat-tempat di Eropa kala itu. Kondisi itu pun sekarang masih bisa ditemukan dari beberapa fisik bangunan gedung yang cenderung tampil dengan gaya Eropa. Mulai dari gedung Javasche Bank sekarang Bank Indonesia, gedung Van Dolph sekarang Landmark, gedung Gas Negara serta gedung-gedung lainnya yang berada di sekitar Braga. Hingga akhirnya, gaya arsitektur yang khas ini pun menjadikan kawasan Braga semakin berkembang sebagai kawasan perdagangan yang banyak diminati masyarakat saat itu. Simak Video "Momen 5 Bang Jago Keroyok Polisi Berujung Berompi Oranye" [GambasVideo 20detik] ral/tey AyoBandung Tag. Ayo Bandung Tag Sabtu, 18 Desember 2021; Network. Ayo Banten # heurin ku tangtung. Unik Link Download MP3 Kapan Lagi Ku Tulis Untukmu by Jikustik, Viral di TikTok Arya Saloka Jadi Korban Lagu 'Terima Kasih Luka Ini Sekian Ku Pamit Pergi', Netizen Klepek-klepek Selasa, 26 Oktober 2021 | 10:50 WIB. Artis Chord Gitar BANDUNGHEURIN KU TANGTUNG Dapatkan link; Facebook; Twitter; Pinterest; Email; Aplikasi Lainnya; Februari 13, 2011 baheula ari banjir di bandung geus aya tapi lamun hujan keur mejeuhna ngetcrek, tapi banjir oge caina paling oge kos bajigur, lamun ayeuna banjirna kos ci kopi medok, kacida paitna walah-walah kumaha engke kahaeupna bandung tehCacandran nyaéta carita luluhur nu ngagambarkeun kaayaan nagara jeung sajabana nu bakal dialaman, saperti cacandran masarakat sunda numutkeun kolot baheula geus ngomong yén "Sumedang ngarangrangan, galunggung ngadeg tumenggung, Sukapura ngadaun ngora, Bandung heurin ku tangtung, Cianjur katalajuran, Ciamis amis ku manéh, Banagara sor ka85N1Tu.